Menggali Pesona dan Daya Tarik Film B Indonesia: Apresiasi Terhadap Industri Film Independen
Dalam dunia film yang semakin berkembang dan terhubung, apresiasi sebuah karya film sangatlah dibutuhkan. Bukan terhadap film konvesional saja sebuah apresiasi dapat ditujukan. Perkembangan karya seni di Indonesia yang terus melaju, khususnya kreativitas pemuda Indonesia dalam membuat suatu karya, muncul lah istilah b-movie atau film B. Istilah tersebut sering kali digunakan untuk mengacu pada film-film dengan anggaran rendah yang diproduksi secara independen atau di luar struktur industri perfilman mainstream. Film B di Indonesia umumnya memiliki ciri khas produksi yang sederhana, dengan anggaran terbatas dan sumber daya yang terbatas. Film jenis ini tetap menjadi pilar penting dalam mendorong kreativitas, keberagaman, dan perubahan dalam industri perfilman.
Film B Indonesia sering kali mengeksplorasi genre-genre seperti horor, komedi, dan aksi. Mereka sering kali diarahkan untuk menarik perhatian penonton dengan mengandalkan elemen hiburan seperti adegan-adegan menegangkan, humor yang khas, atau aksi yang intens. Beberapa film B Indonesia yang terkenal antara lain adalah film-film horor produksi pada era 1980-an hingga 1990-an.
Banyak sekali film B yang bermunculan akhir — akhir ini. Namun, kali ini saya akan mengajak kalian untuk mengapresiasi hasil karya dari dua sutradara yang sukses dalam menciptakan berbagai karya film B. Azzam Fi Rullah dan Alzein Putra Merdeka atau biasa disebut Amer Bersaudara sukses membuat sebuah karya film pendek dari rumah produksi Kolong Sinema.
Karya mereka terkenal dengan judul-judul filmnya yang aneh seperti 3 film yang akan dibahas kali ini, yaitu Kuntilanak Pecah Ketuban, Goyang Kubur Mandi Darah, dan Sebuah Film Karya Setan. Sebelumnya, mereka juga pernah membuat film lain yang mempunyai judul aneh, yaitu Rangsangan Gaib dan Pocong Hiu. Judul yang diberikan Amer Bersaudara juga memiliki maksud guna mengarah kepada sebuah jenis film, yaitu B-movie atau film kelas B yang mana dalam penggarapannya beranggaran rendah dan tujuannya hanya sebatas hiburan ringan penonton saja.
Film pertama garapan Amer Bersaudara ini yang akan dibahas, yaitu Kuntilanak Pecah Ketuban sebagai karya Amer Bersaudara yang menyajikan cerita dengan tema antardimensi. Berlatar tiga alam dan menceritakan balas dendam kakak terhaap adik kembarnya yang memiliki alur terkesan memaksa menurut saya. Membahas cerita film ini yang sama absurdnya dengan judul yang diberikan membuat saya berpikir keras mengenai konsep cerita horrornya, seperti pada adengan di ruang tunggu neraka itu hanya sebatas ingin memunculkan lawakan yang nyleneh atau bagaimana. Kemudian dalam penggambaran neraka yang terkesan memaksa juga, bermodal gambar yang mungkin diambil dari internet.
Adanya karya film Kuntilanak Pecah Ketuban kemungkinan maksud dari Amer Bersaudara ingin membuat b-movie yang terkesan dengan yang lebih “nyeni” kali, ya? Hal lainnya yang perlu dibahas dari film ini mengenai efek visual dan audionya. Efek yang tersaji dalam film ini sama dengan khas film horor 80-an, seperti Suzanna. Namun, efek visual yang tercipta dari film ini tidak terkesan untuk menakuti penonton, karena saat adegan Santi dengan penuh dendam menusuk perutnya lalu keluar bayi, yang mana bayi itu sendiri menggunakan boneka yang dilumuri dengan cat merah, mungkin jika penonton yang merasa takut dengan adegan ini bisa dipertanyakan lagi tujuan pembuatan film ini lolos sebagai film yang ditujukan demi kebutuhan komedi semata atau tidak. Tidak kalah dengan efek visualnya, efek audio film ini seperti FTV pada umumnya, yaitu dengan suara khasnya “JRENG!” saat adegan ditunjukkan untuk menakut-nakuti penonton malah membuat tertawa.
Setelah membahas film pertama dari Amer Bersaudara, saya akan melanjutkan pada film yang kedua dengan judul Goyang Kubur Mandi Darah. Kesan awal yang tercipta saat menonton film ini lebih mengarah pada alur cerita yang terjadi membuat saya sedikit kebingungan, karena dari awal sampai akhir film pun saya masih bertanya-tanya maksud dari film ini atau pesan moral yang ingin disampaikan.
Hal tersebut ditambah lagi dengan penambahan efek suara dengan maksud untuk menambah ketegangan suasana, malah membuat gangguan saat menonton. Penggunaan efek suara petir yang terkesan berlebihan ini dinilai kurang sesuai dan membuat saling bertumbukan dengan suara lain.
Membahas film terakhir yang berjudul Sebuah Film Karya Setan dengan kesan awal membaca judulnya saja saya sedikit kebingungan maksud dari filmnya. Saat menonton filmnya pun saya masih bertanya-tanya ke mana arah cerita akan dibawa.
Penggunaan alur maju-mundur yang penuh dengan adegan membuat saya ikut was-was, ditambah dengan efek visual dan audionya yang lagi-lagi menganggu. Saya rasa film yang disebut sebagai genre horor ini tidak dapat dibenarkan, karena tidak ada adegan yang ditunjukkan untuk menakuti-nakuti penonton seperti halnya film horror pada umumnya.
Kembali membahas efek visual film yang saya rasa juga memaksa untuk terkesan artsy seperti film Kuntilanak Pecah Ketuban yang telah saya bahas diatas. Dalam film ini visualnya membuat saya sebagai penonton merasa pusing untuk menontonnya. Seperti pada adegan salah satu tokoh yang dipaksa untuk mabok.
Namun, hal itu terbayarkan dengan pesan yang disampaikan di akhir film, bahwa ketergantungan penggunaan narkoba membuat keadaan menjadi buruk.
Bagaimana? Kalian tertarik untuk ‘mencicipi’ karya dari film B Indonesia?
Perlu diingat, B-movies memang umumnya memiliki anggaran rendah dan orientasi komersial yang tinggi, namun, beberapa film B juga berhasil mencapai kesuksesan kritis dan komersial yang signifikan. Mereka dapat menjadi sumber hiburan yang populer bagi penonton Indonesia dan memainkan peran penting dalam perkembangan industri perfilman di negara ini.